Asaberita.com, Medan – Wakil Ketua DPRD Labuhanbatu Yusrial Suprianto Pasaribu jalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Yusrial diadili bersama dengan Efendy Sahputra alias Asiong, Fazarsyah Putra, Wahyu Ramdhani Siregar merangkap pemborong atas kasus suap yang menjerat Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jaelani, lalu Tony indra, dan Oktafianta Ariwibowo dan Fahmi Ari Yoga dalam dakwaannya menguraikan, bahwa
praktik suap disebut dengan: ’uang kirahan’ oleh Yusrial Suprianto Pasaribu dan kawan-kawan terhadap Erik Adtrada Ritonga (berkas terpisah), selaku Bupati Labuhanbatu. Hal itu dilakukan agar keluar sebagai pemenang tender paket pekerjaan di Pemkab Labuhanbatu.
Pada dakwaan jaksa, orang yang dipercayakan Bupati Erik untuk mengkoordinir para rekanan yang mengerjakan paket ialah Rudi Syahputra (berkas terpisah) yang juga anggota DPRD Labuhanbatu.
“Periode Juni 2023 sampai Januari 2024, Yusrial Suprianto Pasaribu memberikan uang (suap) secara bertahap total Rp1.350.000.000 kepada bupati melalui orang kepercayaan bupati, Rudi Syahputra. Bahwa Rudi Syahputra merupakan saudara sepupu Erik Adtrada Ritonga untuk mengatur pembagian proyek atau pekerjaan yang ada di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu,” kata jaksa, Senin (1/4/2024).
Proyek tersebut ialah dalam pengerjaan paket pekerjaan Renovasi Gedung Puskesmas Negeri Lama, dana tersebut berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan menggunakan CV Jasa Mandiri Bersama (JMB) di Dinas Kesehatan (Dinkes).
Tidak hanya itu, ada juga rekonstruksi Pagar dan Penataan Taman Rumah Dinas Bupati Labuhanbatu dengan menggunakan CV Putra Perkasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Pada pekerjaan konstruksi yang di Pemkab Labuhanbatu disepakati adanya fee proyek atau disebut dengan uang kirahan. Uang kirahan tersebut harus diserahkan kontraktor kepada Bupati Erik melalui saudaranya Rudi Syahputra.
Jaksa menjelaskan, bahwasanya
Yusrial dikenakan uang kirahan sebesar 15 persen dari nilai pekerjaan proyek. Kemudian untuk para rekanan Efendy Sahputra alias Asiong lebih banyak mengerjakan paket pekerjaan di Pemkab Labuhanbatu.
Kemudian untuk terdakwa Efendy Syahputra alias Asiong dikenakan uang kirahan sebesar 20 persen dari total nilai pekerjaan proyek. Saat itu Efendy menolak, dan kemudian disepakati
sebesar 17 persen dari total pekerjaan.
Uang kirahan itu secara bertahap diberikan kepada Bupati Erik dengan nilai Rp3.365.000.000. Sebagai ‘pengendali’ proyek, anggota DPRD Labuhanbatu sekaligus sepupu bupati, Rudi Syahputra juga mendapatkan ‘komisi’ dari keempat terdakwa pemenang tender.
Untuk Wahyu Ramdhani Siregar, ia memberikan uang kirahan sebesar Rp 64 juta setelah mendapat uang muka pekerjaan, namun yang telah ‘disetorkan’ sebesar Rp40 juta untuk orang pertama di Pemkab Labuhanbatu tersebut.
Sedangkan Fazarsyah Putra alias Abe atas bantuan lndera Agusman Masyhir Sinaga, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinkes, sebagaimana arahan Rudi Syahputra mendapatkan pekerjaan dengan cara meminjam CV TR milik Arif Prayoga) dengan nilai Rp6.751.507.800 bersumber dari dana Alokasi Khusus (DAK).
“Setelah menerima uang muka pekerjaan, terdakwa menyerahkan Rp230 juta dan sisanya akan diberikan setelah pekerjaan selesai,” urai JPU KPK
Setelah jaksa membacakan dakwaannya,
ketua majelis hakim As’ad Rahim Lubis didampingi anggota Sulhanuddin dan Ibnu Kholik melanjutkan persidangan pekan depan mendengarkan nota keberatan (eksepsi) penasihat hukum terdakwa Wahyu Ramdhani Siregar.
Namun untuk ketiga terdakwa lainnnya tidak mengajukan eksepsi dan lanjut ke pokok perkara. Akibat perbuatan keempatnya, mereka dijerat dengan dakwaan kesatu, Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. Kedua, Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.