Asaberita.com-Medan — DPRD Sumut akan membentuk pansus (panitia khusus) untuk mengatasi kasus perselisihan buruh yang ada di Sumatera Utara.
“Kita tegaskan, bahwa kita perlu bentuk pansus tenaga kerja, karena saya lihat pemerintah sudah tidak lagi mau berpihak kepada nasib buruh,” kata anggota Komisi E DPRD Sumut, Budieli Laia dalam rapat dengar pendapat dengan serikat buruh, Kadisnaker, dan lainnya di ruang dewan, Senin (10/3).
Penegasan itu disampaikan politisi PDI-P itu menanggapi begitu banyak permasalahan yang dihadapi pekerja di perusahaan tempat mereka mencari nafkah.
Salahsatu yang membuat Budieli Laia geram adalah laporan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMPI) Deli Serdang.
Aduan yang disampaikan federasi itu meliputi 9 perusahaan, dua di antaranya milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni PT Perkebunan Sumut di Medan, dan PT Perkebunan Sumatera Utara UPT Tj Kasau, Batubara.
“Kasus pemutusan hubungan kerja terbesar dilakukan PT Indomarco Adi Prima, di Deli Serdang, dengan jumlah pekerja yang dipecat sebanyak 37 orang,” kata Ketua FSMPI, Willy Agus, di hadapan Ketua Komisi E DPRD Sumut, wakil dari PT PSU, Disnaker dan kepolisian Deli Serdang.
Willy Agus mengatakan, hampir seluruh aduannya tidak ditanggapi secara tuntas oleh pihak perusahaan.
Selain perselisihan buruh, DPRD Sumut juga menerima keluhan tiga perempuan yang sedang hamil dan ada yang baru melahirkan yang mengaku dipecat sepihak oleh perusahaan.
Ketiga perempuan itu datang bersama serikat pekerja dari sejumlah perusahaan di Sumut berkeluh-kesah atas tindakan PT Sumatera Timberindo Industri (STI), yang memecat sepihak tanpa pesangon.
“Kami semuanya ada 20 perempuan yang lagi hamil atau baru melahirkan, 10 sudah dipecat, dan 10 lagi masih dalam proses,” kata Wita, 25 tahun, diamini rekannya Juni 26 tahun, dan Lia 27 tahun.
“Waktu saya dinyatakan hamil, saya kemudian diminta membuat surat pernyataan mengundurkan diri,” lanjut Wita yang mengaku sedang hamil 3 bulan.
“Katanya, wanita hamil dilarang kerja, itu aturannya,” sambung Lia, yang mengaku sudah bekerja hampir tiga tahun di sana.
“Kata perusahaan, mereka takut kalau ada apa-apa saat sedang hamil,” ujarnya.
Ketiganya di-PHK terhitung 2 Maret 2020 tanpa ada pesangon, dan esoknya sudah dilarang masuk untuk bekerja di pabrik.
Menurut Lia, Humas PT STI Dodi Wahyudi hanya menyampaikan bahwa mereka akan diserahkan kepada penyalur tenaga kerja yang memasukkan dirinya kerja di perusahaan tersebut.
Dijelaskan, pihak perusahaan yang berkantor di Jalan Sultan Serdang, Desa Buntu Bedimbar, Kecamatan Tanjungmorawa tidak mau mempekerjakan wanita yang sedang hamil.
PT STI yang bergerak dalam bidang ekspor-impor kayu ini, dikabarkan menampung seratusan pekerja, yang 70 persen di antaranya adalah wanita.
Sebagian besar pekerja merupakan pekerja sistem kontrak, yang masa waktunya tidak diketahui, dan dinaungi oleh perusahaan outsourcing PT Dipta Athiyasa, yang menjadi rekanan PT STI.
Terhadap laporan ini, Wakil Ketua Komisi E Hendra Cipta, anggota komisi Irwan Simamora dan Budieli Laila menegaskan, dewan akan menyikapi masalah ini, setelah terlebih dahulu menerima laporan resmi dari para wanita hamil itu.
“Yang jelas kita sikapi dulu, nanti baru kita ambil langkah setelah kita terima laporan resmi dari pekerja hamil itu,” kata politisi Partai PAN ini.
Selain PT STI, Komisi E juga menerima laporan terjadinya berbagai tindak pelanggaran terhadap para pekerja, yang hingga kini belum jelas juntrungannya. (has)
- Ahmad Zarnawi Dilaporkan ke Bawaslu Padanglawas Terkait Surat Perjanjian dengan Masyarakat - Oktober 4, 2024
- Kejari Binjai Musnahkan Barang Bukti Kejahatan Pidana Umum dari 122 Perkara - Oktober 4, 2024
- Blok Sumut Ungkap SK Aulia Rahman Sebagai Pj. Walikota Medan Tidak Diteken Pejabat Kemendagri - Oktober 4, 2024