Tolak Omnibus Law dan Minta Kenaikan UMP, KSPSI AGN Atuc dan Partai Buruh Sumut Gelar Aksi Damai

Tolak Omnibus Law
Tolak Omnibus Law dan Minta Kenaikan UMP, KSPSI AGN Atuc dan Partai Buruh Sumut Gelar Aksi Damai
Tolak Omnibus Law
Tolak Omnibus Law dan Minta Kenaikan UMP, KSPSI AGN Atuc dan Partai Buruh Sumut Gelar Aksi Damai

Asaberita.com, Medan — Seribuan massa dari DPD KSPSI AGN Atuc dan Partai Buruh Sumatera Utara (Sumut) menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Gubernur Sumut, untuk menuntut pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan meminta kenaikan UMP dan UMK sebesar 15%, pada Rabu (9/8/2023).

Massa sebelumnya berkumpul di depan Istana Maimun sebagai titik kumpul, dan kemudian secara bersama-sama melakukan long march ke Kantor Gubernur Sumut di Jalan Pangeran Diponerogo No.30 Medan. Dengan pengawalan sejumlah aparat kepolisian, massa aksi melakukan long march secara tertib hingga tak sampai membuat kemacatan arus lalu lintas.

Bacaan Lainnya

Dengan membawa dan membentangkan sejumlah spanduk, poster dan leaflet yang diantaranya bertuliskan: “Rakyat Bersatu Tolak Omnibus Law”, “Omnibus Law UU Menyengsarakan Rakyat” dan “UU Cipta Kerja Miskinkan Rakyat, Tolak!!”, massa buruh terus meneriakkan yel yel Hidup Buruh dan Tolak UU Cipta Kerja.

Ketua DPD KSPSI AGN Atuc, TM Yusuf dalam orasinya pada aksi ini mendesak pemerintah untuk segera mencabut UU Cipta Kerja (Omnibus Law), karena dianggap telah menyengsarakan rakyat dan khususnya kaum buruh.

“Kehadiran Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 kita anggap sebuah kemunduran, karena UU ini malah banyak merampas dan menghilangkan hak-hak buruh yang sebelumnya telah diatur dan dilindungi dalam UU No.13 Tentang Ketenagakerjaan. Harusnya UU ini lebih menyempurnakan UU sebelumnya, bukan malah sebaliknya,” ujar Yusuf.

Poin-poin menyengsarakan buruh dalam UU Cipta Kerja yang ditolak buruh, sebut Yusuf diantaranya: Pertama, sistem kerja kontrak melalui perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyebabkan buruh kehilangan kesempatan menjadi karyawan tetap (PKWTT).

BACA JUGA :  Komunitas Wartawan Medan Aksi Dukung Kepolisian Tangkap Pelaku Pembunuh Marsal

Kedua, praktik kerja outsourcing yang makin meluas karena UU Cipta Kerja tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing.

Tolak Omnibus Law

Ketiga, waktu kerja yang ekspliitatif, karena dalam UU Cipta Kerja batasan maksimal jam lembur dari tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan, menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.

“Penambahan jam lembur itu selain akan berakibat pada kesehatan buruh, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding karena upah minimum yang menjadi dasar penghitungan upah lembur didasarkan pada mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,” jelas TM Yusuf.

Yang keempat, lanjutnya, hak cuti dan istirahat buruh menjadi berkurang, karena dalam UU Cipta Kerja, istirahat bagi pekerja hanya diperoleh sekali dalam sepekan. Dengan demikian, pengusaha tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan waktu istirahat selama dua hari kepada pekerja yang telah bekerja selama lima hari dalam sepekan.

Kelima, buruh rentan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), salah satunya ketika mengalami kecelakaan kerja. Ini karena Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A mengenai alasan pemutusan pemutusan hubungan kerja, salah satunya adalah jika pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau mengalami kecelakaan kerja dan tak dapat bekerja selama 12 bulan.

“Parahnya, jika dalam pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan, tapi dalam UU Cipta Kerja ketentuan itu dihapus, sehingga pengusaha tak berkewajiban lagi memberi pesangon,” papar TM Yusuf.

Dalam aksi ini, massa buruh mengusung sejumlah tuntutan, yakni: 1) Cabut Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. 2) Cabut UU Kesehatan, 3) Naikan UMP dan UMK se Sumut 15 % untuk Tahun 2024, dan 4) Selesaikan kasus-kasus perburuhan di Sumut.

BACA JUGA :  Pemprov Sumut Dorong Percepatan Penyesuaian Pengelolaan Hutan dengan Peraturan Baru

Tolak Omnibus Law

Sekretaris DPD KSPSI AGN Atuc Sumut Rio Affandi Siregar menambahkan, penolakan terhadap Omnibus Law dan permintaan mereka agar Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Cipta Kerja ini karena UU ini telah menyengsarakan kaum buruh/pekerja.

“Kita minta agar MK segera membatalkan UU Cipta Kerja. Kita juga minta Pemprov Sumut melalui Dinas Tenagakerja agar segera menyelesaikan kasus-kasus perburuhan yang terjadi di Sumut terutama masalah Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) agar bisa segera diselesaikan,” ujar Rio.

Sementara, Ketua FSP KHUT SPSI AGN Sumut Syahrum, dalam aksi ini juga menyampaikan tuntutan agar UMP dan UMK Sumut tahun 2024 dinaikan 15 persen atau minimal Rp500.000.

Untuk diketahui, aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, juga dilakukan KSPSI AGN Atuc dan Partai Buruh di seluruh Indonesia secara serentak. Di Jakarta, kedua organisasi ini mengerahkan sedikitnya 10 ribu massa melakukan aksi damai menuntut pencabutan UU Cipta Kerja, UU Kesehatan dan kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia yang langsung dipimpin oleh Presiden KSPSI Andi Gani Nenawea. (red/bs)

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *