Asaberita.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan di level 5,75%. Apa alasan di baliknya?
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter yang pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.
BI meyakini BI7DRR 5,75% memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3±1% pada semester I-2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3±1% pada semester II-2023.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah.
Untuk memperkuat respons bauran kebijakan BI terus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan dengan cara melanjutkan twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN khususnya bagi masuknya investor portofolio asing dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.
Selanjutnya, BI memperkuat pengelolaan devisa hasil ekspor melalui instrumen operasi moneter valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) berupa term deposit (TD) valas DHE sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada BI sesuai dengan mekanisme pasar yang telah berlaku per 1 Maret 2023.
BI juga memperkuat kerja sama internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
“Selain itu, Bank Indonesia melanjutkan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023, khususnya melalui jalur keuangan,” kata Perry seperti dilansir dari detikFinance, Jumat (17/3).
Keputusan Tepat
Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengungkapkan langkah BI menahan bunga acuan merupakan keputusan yang tepat dan taktis. Hal ini terutama dilandasi oleh terkendalinya inflasi berjalan dan ekspektasi inflasi yang berada dalam target sasaran 2-4% di sepanjang tahun ini.
Menurut dia, dengan demikian perbankan dan lembaga pembiayaan nonbank tidak tergoda untuk menaikkan suku bunga meskipun sudah ada gejala ke arah sana sejak sebulan terakhir. Keberhasilan mengendalikan realisasi inflasi dan ekspektasi inflasi ke depan menunjukkan keberhasilan BI sebagai motornya dalam wadah Tim Pengendali Pusat dan Daerah maupun wadah Satgas Pengendalian Inflasi Pangan.
“Keputusan RDG BI kali ini tentu direspon positif pelaku pasar dan dunia usaha karena selain sesuai dengan konsensus dan ekspektasi mereka, juga bisa menjadi stimulan bagi mereka untuk melanjutkan ekspansi usahanya tanpa harus dibayang-bayangi kekhawatiran kenaikan suku bunga,” kata dia.
Menurut Ryan dengan likuiditas perbankan yang masih memadai atau ampel, tidak ada alasan bank memaksakan diri untuk menaikkan suku bunga simpanan yang berkorelasi dengan kenaikan suku bunga kredit.
Alhasil, stance ekspansi kredit atau pembiayaan dan dunia usaha atau sektor riil tidak berubah. Namun demikian, jelang lebaran Idul Fitri dan bulan Ramadan, pemerintah dan BI harus siap siaga mengendalikan inflasi dari sisi demand seiring kenaikan konsumsi kelompok bahan pangan, makanan-minuman dan transportasi.
“Operasi pasar harus lebih diaktifkan untuk menjaga kestabilan harga barang, termasuk menjaga sisi ketersediaan barang, karena tekanan dari sisi demand akan meningkat. Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah harus lebih rajin melakukan ronda atau inspeksi di lapangan supaya laju inflasi tetap terkendali,” jelasnya. (dtf)
- Pastikan Kesiapan Prasarana Jalan Hadapi Mudik 2025, Dishub Sumut Berangkatkan Tim Terpadu Lakukan Survei – Februari 10, 2025
- Ketua Koperasi Keluarga Pers Indonesia Apresiasi Penetapan Bobby-Surya, Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Terpilih – Februari 10, 2025
- Ratusan Siswa SMKN 10 Medan Gagal Daftar SNBP, Sutarto Desak Disdik Sumut Cari Solusi – Februari 10, 2025