JEJAK “PENGARUH” TAREKAT [SUFI] : DARI MAKKAH SAMPAI KE TUAN GURU BATAK [TGB]

Tasawuf
Foto ilustrasi para penghulu dan masyahih tarekat (ist)
Tasawuf
Foto ilustrasi para penghulu dan masyayikh tarekat. Imam tarekat Grand Aulia Syekh Maulana Bahauddin Bukhari Naqsyabandi, Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Nazim Haqqani, Maulana Habib Luthfi, Syekh Abdurrahman Rajagukguk Qs, Tuangku Syekh Ali Hanafiah dan Tuan Guru Batak|TGB (ist)

I. Pendahuluan
Ilmu tasawuf adalah jantung Islam. Maka sufisme, penggiat dan pengamal tasawuf dengan segala keluasan ajarannya terkhusus kaum thoriqah –dijudul disebut tarekat– adalah orang-orang pilihan atau yang dipilih oleh Allah. Sebab, sufi sejati itu adalah ahli thoriqah pastinya.

Dalam sejarah, ajaran sufisme dan thoriqah sudah ada sejak awal kehadiran Islam. Beberapa peneliti, akedemis, penulis menegaskan sejarah munculnya sufisme itu jika dilacak akar historisnya adalah muncul bersamaan dengan lahirnya Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. yang diutus untuk menyempaikan risalahnya.

Bacaan Lainnya

Sejak awal (sebelum menjadi rasul) beliau sudah senang ber-khalwat, ber-tahannus untuk menjauhkan diri dari distruksi sosial masyarakat jahiliyah saat itu. Ketika masih muda beliau dipersepsikan sebagai pemuda yang jujur, pencari spiritual yang kritis. Meditasi atau ber-khalwat di gua Hiro’ yang dilakukan nabi itu bukan berarti beliau meninggalkan dunia tanpa memperhatikan masa depan Islam, melainkan untuk memohon diri kepada Yang Maha Kuasa agar memperoleh petunjuk-Nya.

II. Tarekat di Zaman Nabi

Tasawuf
Di sebuah bukit, tempat dimana ia mengasingkan diri itulah selanjutnya beliau memperoleh pengalaman spiritual yang tinggi. Akhirnya melalui pengalaman tersebut Muhammad saw. memperoleh apa yang dinamakan “wahyu” (surat al-‘Alaq sebanyak lima ayat).

Dari hasil khalwat itu beliau bisa meneruskan dakwah Islam yang dimulai dari para sanak keluarganya sampai kepada masyarakat luas: wa anzir ‘asyirataka ‘l-aqrabin (lihat QS: As-Syu’ara: 214); …fashda’ bima tumaru wa a’ridh an ‘l-musyrikin (Al-Hhijr: 94). Jadi goa Hiro’ merupakan lepas landas (take of) nabi ke masyarakat luas.

Islam sendiri sebenarnya sangat perhatian terhadap tradisi spiritualitas dan moralitas. Dalam kenyataannya Islam memiliki tradisi spiritualitas yang kaya dan amat berharga yang sudah berjalan selama rentang waktu lebih dari 14 abad. Ajaran yang terkandung dalam wahyu tersebut, di satu sisi membuat beberapa orang tertarik, di sisi lain membuat orang-orang takut, utamnya adalah kelompok Quraisy. Ketakutan seperti ini bukan semata-mata karena ajaran tauhidnya, tetapi karena ajaran sosial yang dibawa Muhammad saw. sebagai ajaran yang concern terhadap penegaan keadilan ekonomi dan persamaan sosial. Itulah yang akan selalu mengancam kemapanan monopoli perdagangan para kafilah Quraisy yang merupakan kunci untuk memperkaya diri mereka. Dengan demikian tradisi spiritualitas dalam Islam adalah spiritualitas yang sarat dengan pesan-pesan sosialnya.

Belum lagi tradisi spiritualitas lain yang lebih penting dalam Islam. Tradisi spiritual dimaksud adalah shalat sehari semalam. Tradisi ini dianggap sebagai jantung spiritualitas Islam, karena shalat diawali dengan penataan niat yang dalam untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan diakhiri dengan ucapan salam perdamaian terhadap sesama manusia. Inilah yang kemudian di dalam Islam disebut sebagai ibadah mahdlah, ibadah yang dilakukan manusia untuk berinteraksi dengan Tuhannya dan diakhiri dengan sikap kritis terhadap kualitas moral dan spiritualitas dalam suatu tindakan sosial.

Sufisme, yang sering juga disebut dengan istilah mistik (tetapi bukan mistik Jawa) yang terkait dengan urusan batin (tetapi bukan kebatinan), pengertiannya adalah suatu upaya pendekatan kepada Sang Khaliq yang bergerak dalam lingkup rasa, esoteris, (zauq) dan hati (qalb).

Upaya pendekatan yang bergerak dalam ranah hati ini membutuhkan kejernihan dan ketulusan. Oleh karena itu kejernihan batin atau hati inilah yang sering diidentikkan dengan istilah tasawuf (tashawwuf, Arab) yang orangnya disebut sufi (al-mutashawwif).

Sufisme dan pengamalan thariqah menjadi jantung dan kekuatan peradaban Islam. Baik dari segi kekuatan spiritualitasnya sebagai api Islam juga pada profil, sosok dan perilaku pengamalnya dalam membangun peradaban.

Rasulullah Saw, adalah penghulu Nabi dan Rasul adalah jujungan, sosok sufisme sejati dan rujukan utama para penggiat sufisme, umat dan seluruh alam. Kemudian dari qalbu Nabi tumpah kepada qalbu para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in bersambung terus menerus sampai hari ini dan akhir zaman nanti.

Sufisme dan thariqah telah menjadi pengawal peradaban Islam. Kejayaan-kejayaan Islam dalam peradaban dunia karena tinggi semangat keilmuan dan spiritualitas. dan itulah kekuatan sufisme itu sendiri.

Adalah suatu kebohongan dan fitnah kejam, jika ada pandangan sufisme menjadi faktor kemunduran Islam. Ini fitnah kaum imperealisme, kaum anti Islam dan para penjajah. Sebab, ajaran sufisme adalah menyerap energi Ilahiah dengan manifestasi pengalan zikrullah.

Sufisme dengan kekuatan spiritualnya pengawal orientasi peradaban kemanusiaan dan Islam itu sendiri. Mereka para tokoh-tokoh spiritual yang menekuni dan jadi guru sufi, Mursyid, Ulama Islam dan ahli thoriqah adalah tokoh pembawa perubahan peradaban. Pengaruh mereka mampu mengubah kebijaksanaan para sulthan untuk kejayaan peradaban.

Sufi

Sufisme dan thariqah sebagai kekuatan spiritualitas Islam telah menjadi jantung transformasi peradaban. Dimulai dari peradaban Makkah dan Madinah yang langsung dipimpin oleh Sang Nabi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Terus berlanjut seperti mata rantai dilanjutkan para sahabat-sahabat terpilih, cerdas dan menakjubkan.

Peradaban terus bergulir sampai kepada tabi’in, tabi’ut-tabi’in, sistem kekhalifahan Islam, bertransformasi sampai pada dinasti Islam, kekuatan sufisme tetap hadir pada relasi sulthan [raja] dengan mufti, Ulama atau mursyid yang memberikan pencerahan dan tuntunan spiritual, kearifan dan kebijaksanaan.

III. Jejak Pengaruh Tarekat dalam Lintasan Zaman 
Kita akan lihat dan melompat pada peradaban dan perjuangan umat diera datangnya kaum penjajah di dunia Islam selanjutnya. Pernah dengar roket al-Qassam milik pejuang hamas? Nama itu diambil dari pejuang Palestina Syaikh Izzuddin al-Qassam, mursyid Thariqah Syadziliyah.

Pernah baca atau nonton Lion of The Desert? Itu kisah asy-Syahid Syaikh Umar al-Mukhtar di Libya. Pejuang rakyat Libya ini ditakuti penjajah eropa sehingga beliau ditangkap dan menemui kesyahidan di tiang gantungan. Beliau syaikh dalam barisan Thariqah Sanusiyyah.

Pernah membaca bagaimana kehebatan Sulthan Muhammad al-Fatih bersama pasukannya menaklukkan konstantinopel? Sulthan Muhammad II adalah pengikut Thoriqah Naqsyabandiyah, dibawah bimbingan Syaikh Aq Syamsuddin al-Naqsyabandi, seorang mursyid thoriqah.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan bahwa pemimpin dan pasukan terbaik adalah mereka. Anggota pasukan Sulthan berasal dari kesatuan thoriqah-thoriqah yang berkembang waktu itu.

Kagum dengan keberanian Shalahuddin al-Ayyubi pahlawan perang salib? Beliau adalah orang yang bertasawuf. Sebelumnya ada Sulthan Nuruddin Mahmud Zankiy yang juga pengikut dan pencinta Tasawuf.

Pernah dengar keberanian pasukan muslim pegunungan Kaukasus melawan gempuran tentara Tsar Rusia? Imam Syamil al-Daghestani adalah pemimpin utama muslim dalam perlawanan tersebut. Beliau yang merupakan mursyid Thariqah Naqsyabandiyah bersama murid-murid thariqah super merepotkan tentara rusia dalam menduduki wilayah kaukasus.

Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro adalah perang paling melelahkan bagi penjajah Belanda di nusantara. Pangeran Diponegoro atau Pangeran Goa Selarong yang bersorban itu adalah mursyid Thariqah Qodiriyah.

Syaikh Yusuf al-Makassari diasingkan oleh belanda ke Srilanka karena kegigihannya melawan penjajah. Terakhir dibuang ke Afrika Selatan pun masih berjuang melawan penjajahan. Indonesia dan Afrika Selatan menganugerahkan gelar pahlawan kepada beliau. Jangan lupa bahwa beliau ulama Tarekat.

Sufi

Di Somalia ada Syaikh Muhammad Abdullah Hasan, atau penjajah eropa menyebutnya “Mad Mullah”. Pasang surut perjuangannya tidak akan dilupakan rakyat Somalia. Beliau adalah penganut Thariqah Shalahiyyah.

Di al-Jazair ada Syaikh Abdul Qadir al-Jazairiy, ulama Thariqah Qodiriyah dan pemimpin perjuangan rakyat al-Jazair melawan penjajah.

Bahkan di Nusantara Indonesia, datang pra awal Islam juga dikembangkan para Wali Songo yang juga pengamal Islam aswaja dengan basis sufisme dan thoriqah. Mereka mengembankan Islam dengan merubah wajah masyarakat hindu secara lemah lembut mau suka rela menjadi Muslim, karena mereka mampu menawarkan Islam penuh dengan kekuatan hati dan kebijaksanaan.

Pelembagaan sufisme atau aplikasi secara khusus sebagai ajaran ubudiyah disebut dengan thoriqah atau lajim ditulis –tarekat–. Yakni suatu ritual pembinaan ruhani yang dibimbing oleh Mursyid. Di Indonesia, selain tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, tarekat Qadiriyah, tarekat Naqsabandiyah, dan tarekat Syattariyah, masih terdapat tarekat-tarekat lainnya. Di antaranya yaitu tarekat Idrisiyah, tarekat Alawiyyah, tarekat Khalwatiyah, tarekat Rifa’iyah, tarekat Sammaniyah, dan tarekat Syadziliyah.

Jatman (Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah) yang dipimpin Habib Luthfi merupakan organisasi yang menjadi wadah para pengamal tarekat yang mu’tabarah (diakui). Organisasi ini berafilisi dengan NU.

Abdul Wadud Kasyful Humam dalam Satu Tuhan Seribu Jalan: Sejarah, Ajaran, dan Gerakan Tarekat di Indonesia (2013) menyebutkan kata “tarekat” berasal dari bahasa Arab yakni thariqah, yang berarti al-khat fi al-sya’i (garis sesuatu), al-sirath (jalan), dan al-sabil (jalan).

Sementara menurut situs resmi Jatman, tarekat adalah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah melalui tahapan-tahapan atau maqamat.

Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, pada mulanya tarekat adalah bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Ia memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad mengajarkan wirid dan zikir kepada Ali bin Abi Thalib atau sahabatnya yang lain. Selanjutnya, sahabat yang menerima pengajaran ini menyebarkannya sehingga jumlah penerimanya semakin bertambah dan meluas.

“Hingga akhirnya menjadi komunitas tertentu dan kekuatan sosial utama yang mampu masuk hampir ke seluruh komunitas masyarakat Muslim. Ia kemudian menjadi perkumpulan khusus, atau lahir sebagai sebuah tarekat,” tulisnya.

Sementara J. Spencer Trimingham, penulis The Sufi Order in Islam (1971), seperti dikutip Humam, berpendapat bahwa tarekat mulanya hanya metode gradual mistisisme kontemplatif dan pelepasan diri.

“Sekelompok murid berkumpul mengelilingi seorang guru sufisme terkenal, mencari pelatihan melalui persatuan dan kebersamaan yang pada awalnya belum mengenal upacara spesifik dan proses baiat apapun,” catat Trimingham.

Hamzah Fansuri sebagai Pelopor
Tarekat pertama kali muncul di Nusantara diperkirakan pada paruh kedua abad ke-16 dan diperkenalkan oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh. Ia penganut tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang merupakan keturunan Nabi Muhammad dari garis Hasan bin Ali.

BACA JUGA :  Gelombang Ketiga Kebangkitan UINSU Menuju World Class University 2045

Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dilahirkan di Naif, Jailan pada 1 Ramadan 470 H/1077 M memulai kehidupan sufinya di Baghdad. Di kota tersebut ia menjadi guru besar tarekat.

Dari Aceh, tarekat Qadiriyah kemudian menyebar ke Banten dan Jawa Barat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, dalam tradisi rakyat Cirebon, Syekh Abdul Qadir al-Jailani dipercaya pernah datang ke Jawa dan meninggal di pulau tersebut. Bahkan orang-orang dapat menunjukkan makamnya.

“Ajaran-ajaran tarekat Qadariyah terdiri dari lima hal: tinggi cita-cita, menjaga [diri dari] segala yang haram, memperbaiki khidmat kepada Tuhan, kuat pendirian, dan memperbesar karunia atau nikmat Tuhan,” tulis Humam.

Dan kepada murid-muridnya, Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan 7 hal, yakni taubat, zuhud, tawakal, syukur, sabar, rida, dan jujur.

Sementara tarekat Naqsyabandiyah didirikan Muhammad bin Muhammad Baha-uddin al-Uwaisi al-Buhkhari al-Naqsyabandi, yang lahir Bukhara, Uzbekistan pada 717 H atau 1318 M.

Naqsyabandi artinya lukisan. Nama ini diambil karena pendirinya dinilai oleh murid-muridnya pandai melukiskan tarekat sehingga mampu dimengerti.

Syekh Yusuf al-Makassari (1626-1699) menurut Martin van Bruinessen dalam Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis (1994) adalah orang Nusantara pertama yang menyebut tarekat Naqsyabandiyah dalam tulisan-tulisannya.

Ia mempelajari tarekat ini di Nuhira, Yaman, melalui syekh Muhammad Abd al-Barqi’ al-Majazi al-Yamani. Dan di Madinah ia berbaiat tarekat Naqsyabandiyah kepada syekh Ibrahim al-Kutani.

Sufi

Namun, tarekat Naqsyabandiyah baru menjadi sebuah organisasi di Nusantara pada paruh kedua abad ke-19. Selanjutnya, tarekat ini berkembang dalam pelbagai bentuk, yaitu Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Naqsyabandiyah Muzhariyah yang bersumber dari syekh Ismail al-Khalidi di Minangkabau dan Sayyid Muhammad Salih al-Zawawi.

Salah seorang murid Sayyid Muhammad Salih al-Zawawi yang bernama Syekh Abdul Azim Manduri dari Madura mengembangkan tarekat ini di wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Barat, khususnya di kalangan orang Madura.

Di samping itu, di Indonesia juga terdapat tarekat Naqsyabandiyah Haqqani yang dikenalkan oleh syekh Muhammad Hisyam Kabbani, khalifah syekh Anzim Adil Haqqani di Amerika Serikat. Pada 1997, beliau mengunjungi Indonesia dan kemudian hampir setiap tahun datang ke Indonesia.

Di Indonesia orang yang pertama kali diangkat sebagai wakil syekh Nazim Adil adalah K.H. Musthafa Mas’ud. Setelah itu ia juga menunjuk beberapa wakil untuk sejumlah daerah di Indonesia, yaitu K.H. Taufiqurrahman al-Subki dari Wonopringgo (Pekalongan), K.H. Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan, K.H. Ahmad Syahd dari Nagrek (Bandung), dan al-Ustaz H. Wahfiuddin dari Jakarta.

Syekh Khathib al-Sambasi dari Sambas, Kalimantan Barat membuat tarekat baru yang menggabungkan tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah dan menamainya tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Tarekat ini, menurut Martin van Bruinessen, meski menggabungkan dua tarekat, tetap merupakan tarekat yang berdiri sendiri.

Dalam mengajarkan tarekatnya, Khathib al-Sambasi tak memisahkan antara tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Para murid mesti mengamalkannya secara utuh sebagai satu kesatuan.

“Penyebaran tarekat ini di Indonesia diperkirakan mulai paruh abad ke-19, tepatnya pada tahun 1853, yakni sejak kembalinya murid-murid syekh Khattib al-Sambasi dari Mekah ke tanah air,” tulis Humam.

Meski murid-muridnya dari Nusantara berasal dari sejumlah daerah seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok, dan ia pun banyak mengangkat khalifah, menurut Bruinessen setelah Khattib al-Sambasi meninggal yang diakui sebagai pemimpin utama tarekat ini adalah syekh ‘Abdul al-Karim al-Bantani dari Banten.

Lalu pada 1970-an, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai empat pusat di wilayah Jawa, yakni di Rejoso, Jombang (Kiai Musta’in Romli), Mranggen, Demak (Kiai Muslikh), Suryalaya, Tasikmalaya (Abah Anom), dan Pagentongan, Bogor (Kiai Thohir Falak).

IV. Pengaruh Tarekat di Sumut

Sufi
Dibanyak tempat dan daerah pada masa penjajahan, para penjajah selalu berhadapan dengan Syaikh, Mursyid, Guru dan ulama tarekat beserta murid-muridnya. Bahkan sampai ke Sumatera Utara, terdapat seorang Mursyid besar berpangkat wali yakni Syekh Abdul Wahab Rokan dengan gelar al-khalidy Naqsyabandi, populer disebut tuan guru besilam. Kampung ini jadi masyhur karena kemuliaan limpahan karomah tuan guru tersebut.

Pengaruh thariqah (tarekat) menguatkan jejaknya di Sumatera Utara dengan dibawa oleh seorang Wali besar yakni Syekh Abdul Wahab Rokan el-Khalify Naqsyabandi. Syeikh Abdul Wahab Rokan lahir dengan nama Abu Qosim, setelah menunaikan ibadah haji ia berganti nama menjadi Haji Abdul Wahab. Sedangkan tambahan nama Rokan menunjukkan bahwa ia berasal dari wilayah Sungai Rokan.

Syeikh Abdul Wahab pertama kali mendapatkan pendidikan al-Quran langsung dari ayahnya, namun setelah ayahnya meninggal ia melanjutkan belajarnya kepada Tuanku Muhammad Shaleh Tambusai dan Tuanku Haji Abdul Halim Tambusai. Setelah belajar kepada kedua gurunya tersebut, Syeikh Abdul Wahab telah mampu berkembang pesat dalam menguasai ilmu bahasa Arab dan fikih, sehingga ia dijuluki “Faqih (ahli ilmu fikih) Muhammad” oleh gurunya. Puncaknya Syeikh Abdul Wahab menempuh ilmu suluk, ilmu tarekat atau ilmu makrifah ke Syekh Sulaiman Zuhdi Jabal Abi Qubis Makkah

Di antara guru-guru Syeikh Abdul Wahab ketika belajar di Makkah ialah Syeikh Saidi Syarif Dahlan (mufti mazhab Syafi’i). Syeikh Hasbullah (ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram). Syeikh Muhammad Yunus Abdurrahman Batu Bara (ulama Indonesia asal tanah Batak). Syeikh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abu Qubais, Makkah.

Syeikh Sulaiman Zuhdi inilah yang kemudian memberi ijazah (pegesahan) dan membaiat Syeikh Abdul Wahab untuk mengamalkan dan menyiarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di tanah kelahirannya. Syeikh Sulaiman Zuhdi pula yang memberikan gelar Al-Khalidi An-Naqsyabandi di belakang nama Abdul Wahab Rokan.

Pada tahun 1879, Syeikh Abdul Wahab mendapatkan wakaf sebidang tanah yang terletak di wilayah Langkat dari Sultan Langkat, yaitu Sultan Musa al-Muazzam Syah. Pada tahun 1883, Syeikh Abdul Wahab beserta para santrinya kemudian membangun sebuah perkampungan baru lengkap dengan masjid dan pesantren. Perkampungan tersebut semakin berkembang dan diberi nama Kampung Babussalam (Pintu Keselamatan) dan masyarakat umum sering menyebutnya Bassilam atau Besilam.

Secara umum, Syekh Abdul Wahab Rokan inilah pembawa silsilah keruhanian tarekat ke Sumatera Utara berkembang sampai ke berbagai penjuru bahkan Malaysia.

V. Tuan Guru Batak (TGB)

Sufi
Adalah Allahuyarham Syekh Abdurrahman Rajagukguk Qs, berguru ke berbagai syekh-syekh besar dan akhirnya mengambil jalur utama ke Syekh Abdul Wahab Rokan lewat (2) anak penerusnya yakni Syekh Fakih Tamba dan Syekh Haji Abdul Mun’im al-Wahab.

Dari jalur silsilah ini, dan dibekali dengan kegigihan dan karomah dari Allah, Syekh Abdurrahman Rajagukguk mengembangkan tarekat dan dakwah di tanah batak Simalungun. Tepatnya di Kampung Serambi Babussalam Desa Jawa Tongah Kecamatan Hatonduhan [pemakaran dari Tanah Jawa] Kabupaten Simalungun. Dari sinilah, beliau juga digelar Syekh batak atau bermakna Tuan Guru dari suku batak atau ditengah kampung batak.

Syekh Abdurrahman Rajagukguk Qs secara Nasab kebatakan sampai 12 generasi kebelakang dalam tarombo batak yakni: Syekh Abdurrahman Rajagukguk ayahnya Binjamin ayahnya Musa ayahnya Amaniaji ayahnya Oppuniaji ayahnya Oppu Monang ayahnya Parbimbim ayahnya Oppu Sohuturon ayahnya Guru Tiniloan ayahnya Naihapatian ayahnya Pinggan Pasu dan ayahnya Tuan (Raja) Gukguk Ayahnya Aritonang.

Sedangkan secara spiritual (keruhanian) beliau Syekh Abdurrahman Rajagukguk Qs bersambung sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Beliau berguru kepada Guru-guru besar yang ada diberbagi daerahnya dan Syekh-syekh masyhur di zamannya. Sementara itu, beberapa daerah yang dikunjunginya dan bermukim untuk menuntut ilmu yakni di Padang Sidempuan dengan Tuan Guru Syekh Abdul Manan Siregar, Tanjung Medan dengan Tuan Guru Zakaria Musa.

Kemudian Medan dengan Tuan Guru Madjid Nasution dan terakhir di Basilam Langkat dengan Tuan Guru Syekh Fakih Tambah dan Syekh Abdul Mu’im Al Wahab sekitar tahun 1968, sebagaimana disebut di atas.

Banyak cerita dan pendapat orang-orang akan kemuliaan Tuan Guru Batak Syekh Abdurrahman Rajagukguk Qs yang merupakan sosok ulama Sufi.

Tuan Guru Batak Syekh Abdurrahman Rajagukguk Qs ini merupakan sosok Ulama sufi yang memiliki banyak karomah. Makamnya banyak diziarahi orang-orang besar mulai dari Presiden, tokoh-tokoh Nasional para Jenderal, Gubernur, Bupati, Walikota sampai masyarakat biasa.

Selain guru spiritual, almarhum memiliki ajaran kekayaan kearifan dan kerukunan agar sesama anak bangsa rukun. Disaat bersamaan, almarhum juga adalah Ulama yang mencintai NKRI dan selalu menyampaikan ajaran-ajaran kerukunan.”

Setelah Syekh Abdurrahman Rajagukguk al-Khalidy Naqsyabandi wafat tahun 2010, maka pangkat kemursyidan diwasiatkan kepada khalifah pilihan yang juga putra kandung yang teramat disayanginya yakni Dr Ahmad Sabban Rajagukguk MA. Kemudian digelar Tuan guru batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA. Selanjutnya sering dijuluki –Tuan Guru Batak atau TGB– yang bermakna Tuan Guru dari suku batak. Beliau alumni Doktor Komunikasi Islam pertama di Indonesia dari UIN Sumatera utara.

Selain keunikan pusat spiritual persulukannya di-apit (2) gereja berdampingan kiri dan kanan. Tuan guru ini juga gigih dalam membangun gerakan dakwah dan kerukunan. Di masa beliau inilah, perkembangan majelis, tarekat dan jejaring sufistik meluas sampai ke berbagai penjuru negeri. Atas dasar itu, penyebutan “Tuan Guru Batak atau TGB” menjadi populer sehubungan dengan geliat jejaring dakwah sufi yang dikembangkannya.

Sufi

Banyak tokoh, pejabat dan berbagai kalangan silaturrahim kepadanya. Mulai dari Presiden, tokoh-tokoh Nasional para Jenderal, Gubernur, Bupati, Walikota sampai masyarakat biasa. Khusus untuk kota Medan, TGB membangun majelis “Rumah Sufi dan Peradaban” sebagai wadah pembinaan spiritual dan kajian pembambun peradaban.

Gelar “Tuan Guru Batak” semakin menguat dan menjadi terkenal ketika banyak tokoh dan masyarakat melihat gerakan dakwah dan ketokohan Syekh Dr H Ahmad Sabban elRahamniy Rajagukguk ini secara aktif menyuarakan nilai-nilai kerukunan dan kebangsaan. Dalam beberapa pertemuan silaturrahim dan pesan-pesan dakwah yang –penulis— turut hadir menyaksikan langsung tergambar begitu kentara spirit tuan guru ini untuk tidak mendikotomikan antara nilai-nilai keluhuran adat dan nilai-nilai ajaran agama.

BACA JUGA :  Tuan Guru Batak (TGB) Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar

Sufi

Selain memiliki gelar silsilah tarombo kebatakan dari marga Rajagukguk. Tentu paling menakjubkan, silsilah keruhanian dan keguruan, Tuan Guru Batak (TGB) ini bersambung sampai kepada Rasulullah Shollallahu ‘alaihi Wasallam. Secara lengkap silsilah dapat disampaikan sebagai berikut :

(1) Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi Wasallam, (2) Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq rodhiyallahu ‘anhu, (3) Sayyidina Salman al-Faarisi rodhiyallahu ‘anhu, (4) Sayyidina Qasim bin Muhammad rodhiyallahu ‘anhu, (5) Imam Ja’far as-Siddiq rodhiyallahu ‘anhu, (6) Syekh Abu Yazid al-Bustami qoddasa sirruhu q.s, (7) Syekh Abu Hasan ‘Ali bin Ja’far al-Kharqaani q.s, (8) Syekh Abu ‘Ali al-Farmadi q.s, (9) Syekh Abu Ya’akub Yusuf Al-Hamdani q.s, (10) Syekh Abdul Khaliq al-Fajduwani bin al-Imam Abdul Jamil q.s, (11) Syekh ‘Ariff ar-Riyukuri q.s, (12) Syekh Mahmud al-Anjiri al-Faghnawi q.s, (13) Syekh ‘Ali ar-Rameetuni q.s, (14) Syekh Muhammad Baba as-Samasi q.s, (15) Sayyid Amir Kulal bin Saiyid Hamzah q.s, (16) Imam Thoriqoh Syekh Muhammad Bahauddin al-Bukhori an-Naqsyabandi q.s, (17) Syekh Muhammad Bukhari q.s, (18) Maulana Ya’kub Jarki Hisori q.s, (19) Syekh ‘Abidullah Samarqandi (‘Ubaidullah) q.s, (20) Maulana Muhammad Zahid q.s, (21) Maulana Muhammad Darwis q.s, (22) Maulana Khawajaki q.s, (23) Syekh Muhammad Baqi q.s, (24) Syekh Ahmad Faaruuqi Sir Hindi q.s, (25) Al-Imam Muhammad Maqsum q.s, (26) Syekh Saifuddin q.s, (27)Syekh Muhammad Nur Bidwani q.s, (28) Syekh Syamsuddin q.s, (29) Syekh Abdullah Hindi q.s, (30) Maulana Kholid Dhiyaa-ul Haq q.s, (31) Syekh ‘Abdullah Afandi q.s, (32) Syekh Sulaiman Qorimiq.s, (33) Syekh Sulaiman Zuhdi q.s, (34) Syeikhul Masyayikh ‘Abdul Wahab Jawi Rokan al-Kholidi Naqsyabandi q.s, (35) Syekh Abdul Manan Siregar q.s, (36) Syekh Haji Mu’im Abdul Wahab q.s, (37) Syekh Abdul Rahman Rajagukguk q.s, (38) Syekh H. Dr. Ahmad Sabban al-Rajagukguk, M.A, bin Syekh Abdurrahman Rajagukguk [Tuan Guru Batak].

Selain itu TGB juga dosen di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta. Sebelumnya menjadi pimpinan cabang [branch manager] salah satu perbankan syariah nasional di Indonesia. Setelah mendapat wasiat sebagai mursyid pimpinan persulukan atau Tuan Guru TGB menumpahkan seluruh perhatian dan dedikasi nya untuk mengembangkan padepokan terutama membina jamaah.

Dan disaat bersamaan TGB juga intensif mempertajam spiritualitasnya menempuh ilmu kerohanian dengan memperbanyak suluk atau kontemplasi di padepokan. TGB sebagai grand murysid memimpin suluk 40 hari, 20 hari, atau sekurangnya 10 hari. TGB melakukan suluk, iktikaf, tadabbur, tafakkur, dengan berbagai riyadoh mensucikan jiwa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan sedekat mungkin.

Atas pencapaian spiritualitas nya dan kemajuan ilmu rohaninya serta temuan petunjuk riyadoh nya TGB telah melahirkan satu karya agung sebuah buku yang berjudul titian para sufi dan ahli makrifah. Buku itu telah masuk pada cetakan ke empat oleh penerbitan nasional.

Sejalan dengan pengembangan dakwah yang dilakukan TGB atas pertolongan kemuliaan, karomah dan martabat yang diberikan Allah kepadanya. Perkembangan murid atau jemaah pun tumbuh begitu sedemikian pesat. Mereka datang dari berbagai daerah dengan berbagai strata sosial. Bahkan tidak sedikit murid TGB dari kalangan akedemisi, para Ustadz, Ulama, mulai dari tingkat doktor sampai professor atau guru besar. Sebagaimana disebut di atas, TGB juga kerap mendapat kunjungan dari para elit bangsa, mulai dari presiden, para pejabat, jendral, alim ulama, ilmuwan, politisi, pengusaha, kepala daerah, tokoh lintas agama, bahkan tokoh mancanegara serta berbagai lapisan masyarakat.

Sufi

Selain tokoh spritual, TGB juga dijuluki sebagai tokoh kerukunan. Hal ini terlihat dari Pesan-pesan dakwahnya dalam membangun kerukunan antar umat beragama dan merekatkan persaudaraan sesama anak bangsa.
TGB selalu memberikan perhatian untuk Merawat kemajemukan, ajakan untuk setia dan mencintai NKRI serta selalu mengintegrasikan keselarasan antara ajaran agama dengan pilar bangsa. Bahkan pesantren persulukan TGB telah dicanangkan oleh Kementerian Agama Sumut sebagai kampung moderasi.

Maka tidak heran TGB sering diundang dalam menyampaikan tausiah-tausiah kebangsaan. Bahkan TGB juga sudah melahirkan satu karya monumental yg berjudul dakwah kerukunan dan kebangsaan. Sebuah karya yang ditulis para akademisi, yang mengurai tentang sebuah gagasan besar TGB dalam mengintegrasikan nilai-nilai dakwah, ajaran agama dan nilai-nilai kebangsaan.
Tidak heran banyak para elit bangsa mulai dari presiden bersama para tokoh-tokoh memberikan apresiasi atas kiprah dakwah TGB. Bahkan kiprah dakwah dan ketokohan TGB telah diteliti mulai dari strata 1(skripsi) sampai penelitian disertasi tingkat Doktor dan juga jurnal ilmiah lainnya.

TGB juga mendapat amanah spiritual sebagai Mustasyar Dewan Ulama thariqah Indinesia [DUTI] Sumatera Utara yang secara internasional berpusat di Turki dan di-Indonesia dipimpin Tuangku Syekh Ali Hanafiah Robbani.

Tuangku Syaih Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani. Beliau adalah Grand Mursyid Thariqah Qodiriyah Hanafiah 1995 s/d sekarang; Menerima gelar Doctor Honouris Causa di bidang Filsafat Tasawuf di Bahgdad, Iraq tahun 1999; Pendiri Ponpes Tasawuf Rabbani, Solok, Sumbar(th 2000); Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia, Jakarta th 2002 s/d sekarang; Ketua Dewan Pembina Solidaritas Muslim Sumatera Barat. 2002 s/d 2006; Ketua Dewan Pembina Persaudaraan Thariqah Indonesia 2006 s/d sekarang; Ketua Dewan Pembina Persaudaraan Muslim sedunia Foundation th 2006 s/d sekarang; dan Rois Mustasyar Dewan Ulama Thariqah Indonesia 2008 s/d sekarang.

Tuangku ini juga secara khusus sudah datang silaturrahim sekaligus membawa rambut suci Sang Nabi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke majelis TGB, Rumah sufi dan peradaban Kota Medan. Bersama Tuangku, TGB selalu hadir dalam silaturrahim Ulama tarekat se Asean bahkan se Asia.

TGB juga menyenangi ziarah spiritual, ziarah Aulia dan ziarah Anbiya’. Dengan berziarah akan menyerap energi sejarah dan pengorbanan para Wali dan Anbiya’. Mereka juru dakwah yang agung dan penuh cinta serta kebijaksanaan. Setiap orang yang menyeru kepada Tuhan memiliki strategi tersendiri dalam dakwahnya. Sama halnya dengan seorang seniman yang menggores kanvasnya, menyeru kepada Tuhan atau dakwah pun mengandung nilai-nilai etis sekaligus estetis untuk mengajak orang-orang kepada jalan Tuhan. Selain berdakwah melalui pendekatan seni dan budaya, ada pula yang merangkul penguasa untuk mengajarkan hikmah dan melakukan islah atas kebijakan-kebijakannya.

TGB sebagai grand mursyid, guru spiritual, pembimbing jalan tarekat dikaruniai Allah kemuliaan untuk menyentuh kebijaksanaan para pemimpin. Banyak tokoh, pejabat dan pemimpin yang datang kepadanya dan kemudian diberikan wejangan dan nasehat. Bahkan, Presiden SBY meneteskan air mata tatkala mendengar nasehat-nasehat kerukunan dan kebangsaan dari TGB.

Memang, jauh-jauh hari Rasulullah saw. telah mewanti-wanti bagi siapa saja yang mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia akan (berpotensi) terkena fitnah. Namun, ungkapan Nabi ini dijelaskan dengan pandangan beliau yang lain bahwa jihad yang paling utama adalah melayangkan kritik dan memberikan masukan tentang segala hal yang bernilai positif kepada penguasa yang zalim. Ini menandakan keharusan seorang ulama atau dai yang mampu menyeberang ke wilayah politik dan kenegaraan agar mengambil jalan tersebut. Artinya, bisikan positif dan kebenaran yang disampaikan kepada penguasa akan memengaruhi kebijakannya terhadap warganya, tak terkecuali untuk andil dalam penyebaran Islam beserta seperangkat nilai kebaikan di dalamnya.

Perkembangan tarekat dan pengaruh telah terbukti dalam catatan sejarah bahkan jejak pengaruhnya terasa sampai sekarang. Bahkan gerakan tarekat dan sufisme menjadi gerakan spiritual era milineal yang terus akan melintasi jaman sampai akhirat. Namun, manhaz tarekat agung ini selalu saja menemukan perlawanan dari kalangan kaum salafi wahabi atau aliran yang tidak mengerti ajaran tasawuf secara hakikat.

Mereka anti tarekat atau tasawuf begitu massifnya propaganda bahwa ajaran mulia yang menjadi jantungnya Islam ini selalu dituduh sesat? Mereka menuduh, bahwa orang thariqah atau tarekat kerjanya hanya dzikir dan ibadah saja? Bahwa ngaji thariqah|tarekat itu hanya orang-orang tertentu saja yang sudah tua? Karena musuh Islam takut melawan orang thariqah|tarekat.

Sufi

VI. Penutup
Tarekat atau sufisme adalah jantung Islam, permata Islam dan bathin Islam. Ilmu inilah kekuatan Islam. Pengalaman sudah mengajarkan mereka bahwa garda terdepan perlawanan umat Islam terhadap penjajahan adalah lebih banyak dilakoni oleh kaum tarekat. Jadi salah satu inti kekuatan Islam harus dipadamkan dulu. Tidak bisa dari luar maka dari dalam digerogoti dengan tuduhan miring terhadap tasawuf dan thariqah.

Selagi pengamal tarekat dan sufisme hadir dan masih ada di bumi ini. Maka bumi ini masih tegak, sebab tegaknya kaum tarekat dan sufisme berarti selama itulah kalimat La Ilaha Illallah tetap bercahaya. Tidak heran, jejak pengaruh tarekat atau sufisme sejak dari masa Nabi sampai saat ini begitu kuat untuk mencahayai bumi. Pengaruh itu terlihat dari zaman-zaman keemasan Islam sampai saat ini. Tuan Guru Batak (TGB) termasuk salah satu mata rantai pembawa cahaya itu untuk peradaban umat. Rujukan utama tarekat dan sufisme adalah Sang Nabi sendiri.

Ya Allah, jadikanlah kecintaan kepada guru-guru kami, mursyid-mursyid kami, kecintaan terhadap ilmu tasawuf dan tarekat, menjadi penanda cinta kami padaMu dan pada rasulMu.

Penulis sadar bahwa data jejak dan pengaruh tarekat ini belum sempurna terkhusus untuk Sumatera Utara. Ada tarekat naqsyabandiyah jabal qubis tanjung morowa dan Tarekat Naqsyabandiyah Kadirun Yahya. Kita belum bisa mengurai secara lebih luas karena belum diperolehnya data sejarah yang mendukung. *

*Penulis TGS Prof Dr Saidurrahman Harahap MAg [Ketua Dewan Ulama Tarekat Internasional Sumut. Rektor UINSU 2016-2020 dan Guru Besar UINSU]

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *