Oleh : Dr Anang Anas Azhar MA
ERICK Thohir, baru satu bulan menjabat Menteri BUMN di Kabinet Indonesia Kerja Jilid II, langsung tancap gas. Kinerjanya seperti meteor yang jatuh ke bumi, ia langsung menunjukkan kerja mengintai direksi yang menjabat di BUMN terindikasi korupsi. Dari 142 perusahaan BUMN, belum termasuk ratusan anak perusahaan BUMN lainnya di Indonesia, Erick Thohir langsung “mencuci” gudang perusahaan plat merah tersebut.
Pejabat BUMN terindikasi korupsi. Pejabat yang diduga bermain kolusi saat menjabat di perusahaan BUMN langsung diberhentikan dari jabatannya. Masih segar dalam ingatan kita, Menteri BUMN Erick Thohir memberhentikan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara, karena diduga menyelundupkan komponen Sepeda Motor Harley-Davidson. Keputusan Erick sebagai menteri diambil setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan Komite Audit.
Hasil audit komite, Erick membongkat ada pembelian komponen Harley-Davidson. Komponen itu merupakan pesanan Ari melalui pegawainya. Ari diduga memerintahkan pegawainya untuk mencarikan sepeda motor Harley-Davidson sejak 2018 lalu. Selang beberapa lama kemudian, transaksi pembelian dilakukan pada April 2019 melalui rekening pribadi bagian keuangan Garuda di Amsterdam. Harley-Davoidson pun motor dibawa ke Indonesia atas nama salah satu pegawainya yang berinisial SAS pada penerbangan Garuda Indonesia menggunakan pesawat Airbus A330-900 pada 17 November 2019 lalu.
Saat PT Garuda Indonesia mengalami kerugian, direksi justru bermain memanfaatkan kepentingan pribadinya dengan jabatan yang dijabat. Etika sang pejabat ini bertentangan dengan aturan pejabat BUMN mengambil keuntungan dengan jabatannya. Sikap bermewah-mewah tak layak dipertontonkan ke publik, apalagi kemewahan tersebut memanfaatkan Garuda Indonesia memasok barang luar negeri melalui penerbangan Garuda Indonesia.
Kasus penyelundupan Harley-Davidson itu, ternyata tidak sampai di sini. Kementerian BUMN terus melakukan investigasi lebih dalam. Pemberhentian Dirut PT Garuda merupakan akumulasi kerja yang tidak beres di jajaran Direksi PT Garuda Indonesia. Keterlibatan direksi pun didalami pasca pemberhentian direktur utama. Akhirnya, direksi di jajaran PT Garuda Indonesia bernasib sama dengan direktur utama. Erick Thohir tak segan-segan memecat direktur utama, direksi perusahan Garuda Indoesia itu.
Lantas pertanyaannya, apakah pasca pemberhentian Dirut dan Direksi PT Garuda Indonesia manajemen pesawat terbang milik BUMN itu terganggu? Meneg BUMN memastikan tidak ada gangguang operasional dalam manajemen PT Garuda Indonesia. Operasional pesawat Garuda berjalan normal seperti biasa.
Potret buruk salah satu perusahaan BUMN ini, setidaknya membuka kacamata pejabat BUMN lainnya. Hidup hedonis para pejabat yang duduk di direksi BUMN lainnya, bisa jadi sama dengan gaya hidup direktur utama Garuda Indonesia. Cukup sederhana memberi alasan yang tepat bagi direksi BUMN, gaji yang diterima mereka ternyata di atas Rp 1 miliar. Terutama BUMN yang berkategori BUMN yang sehat. Bayangkan, jika ada 142 BUMN di Indonesia, kalikan jumlah direksinya bisa mencapai seribuan direksi. Kalikan pula berapa ratusan miliar rupiah uang negara yang masuk ke kantong para diteksi. Yang ingin saya katakan, bahwa gaji direksi yang diterima ternyata bisa lebih besar dari uang masuk yang diambil dari perusahaan itu.
Syukurlah Meneg BUMN Erick Thohir membuka borok perusahaan BUMN itu. Patut bersyukur puka, Erick Thohir memilih para komisaris BUMN yang benar-benar bekerja untuk membersihkan penyimpangan di BUMN yang mereka pimpin. Sebagai rakyat biasa, kita hanya menunggu kerja nyata Erick Thohir untuk BUMN lainnya. Dan kita yakin, masih banyak lagi BUMN yang bernasib sama dengan nasib PT Garuda Indonesia. Semoga Erick Thohir tetap kuat membersihkan BUMN dari kehancuran akibat ulah para direksi. Semoga. **